Jumat, 12 Oktober 2018

Para Penggiring Opini Media Sosial

Gambar: Orang Gila Katanya Bisa Pacaran
Tulisan disudut beranda media sosial menunjukan salah satu dari penggunanya ingin keberadaanya diakui. Terkadang terekam, ada upaya ego, narsisme, dan upaya membanggakan apa yang dia lakukan dan seakan merendahkan tindakan yang tidak bisa dilakukan orang lain untuk suatu kebanggan diri atas dirinya.

Era media sosial adalah eranya orang bebas menggiring opininya sendiri. Banyak dari opini-opini tersebut menyudutkan yang lain, keterbatasan mereka, gaya hidup mereka dan rongrongan kepada kebaikan mereka yang tidak terketahui. Semua ingin dibentuk sesuai dengan kehendaknya, berharap orang misikin nalar dapat menurutinya, mempercayai yang akan dikatakannya.

Ada upaya kerugian jika seseorang tidak melihat dari sudut pandang yang komprehensif. Melihat sesuatu tidaklah bergantung pada satu atau dua opini saja, terkadang pertimbangan nalar kita selaku penilai dari apa yang kita konsumsi juga punya pengaruh. Menjadi manusia abad ini, haruslah cerdas menalar dalam menerima informasi apapun, tidak buta maupun tuli, percaya begitu saja pada opini. 

Banyak kasus mereka hanya menggiring opini publik untuk keuntungannya sendiri, kelompoknya sendiri bahkan untuk mengeruk pundi-pundi rupiah yang mungkin bisa mereka ambil dari pengonsumsi opini tersebut. Penggiring opini membuat kebanggaan diri untuk diakui banyak orang, merekam kekurangan sehingga dipenuhi pengonsumsi dan membuat pengonsumsi menjadi empati dengan postingan yang mengelus hati.

Apa lagi dengan tahun politik yang semakin dekat, semua bahan untuk menjatuhkan lawan politik pastinya akan dibuat seakan opini saling menjatuhkan digandrungi banyak orang. Mereka para penggiring opini tidak peduli pada dampak yang dilakukan, banyak dari mereka juga mengundang simpatisan. Berharap salah satu dari mereka berkuasa pada periode depan dengan menggunakan kekuatan kebencian yang kuat.

Bahkan akhir-akhir ini, penggiringan opini bukan hanya opini percaturan politik. Opini sekarang ini juga sudah menjalar ke ranah psikologis, dimana orang saling menjatuhkan atas nama pribadi dan membentuk kebanggaan dirinya sendiri, mereka menciptakan kelebihan dari apa yang mereka bisa lakukan. Mencoba-coba menerkam psikologis umum, salah satunya adalah pesikologis keyakinan.

Tidak jarang juga sebagian dari mereka mencari dan membuat celah mengungkapakan apa yang menjadi keinginannya. Seolah-oleah segalanya perlu diramatisir seperti para jomblo yang memposting sepasang orang gila yang berjalan beriringan bergandengan tangan. Juga tentang bagaimana lelaki ideal sebagai suami yang tidak merokok. Semua hanyalah upaya para narsis penggiring opini untuk eksis mengembangkan apa yang bisa dikatakan kelebihan dirinya tanpa ia tahu itu merugikan orang lain, jika opini tersebut dijadikan keyakinan para manusia miskin nalar yang nantinya akan memandang orang sebelah mata.

Saya rasa opini media sosial maupun media konvensional bermuka sama. Cara dan bagaimana mereka tergantung siapa yang menukanginya dan setiap kepentingannya. Hidup pada era keterbukaan memang sangatlah menantang, diri manusia ditantang untuk bagaimana ia harus skeptis pada informasi, menelaah kembali setiap informasi yang diterimanya. Bukan menjadi konsumen informasi yang pasif dan patuh pada setiap opini-opini yang dibacanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar